Segala yang kumiliki telah
kupersembahkan untuk pacarku. Dia adalah Dani. Kurang baik apa diri ini
pada Dani, sampai dia meninggalkanku seperti sampah bekas. Tapi akhirnya
aku sadar. Ternyata bukan masalah baik atau tidaknya. Tapi karena
pacaran itu sendiri bermasalah. Sebaik apapun diriku pada pacar, namun
jika terjun dalam dunia pacaran akan terjebak juga.
Lihatlah betapa murahnya tubuh ini, aku berikan GRATIS atas nama pacar.
Bukankah ini lebih hina dari pelacur yang mereka bahkan punya tarif?
Betapa bodohnya aku telah menyerahkan kehormatan diriku atas nama pacar
tanpa tanda sah. Bukankah ini lebih murah daripada ayam.
Sekarang aku telah hamil 3 bulan. Bingung meminta pertolongan pada
siapa, sementara Dani telah meninggalkanku. Pada orang tuaku? Aah..tidak
mungkin, yang ada malah marah besar padaku. Pada keluarga Dani? Malah
aku yang disalahin karena dianggap merusak hidup Dani. Mau lapor ke
polisi, bagaimana Dani dihukum sementara kami lakukan suka sama suka.
Lalu pada siapa aku mengadu? Pada Allah? Betapa malunya diri ini sudah
melanggar firman-Nya. Ataukah janin yang aku miliki sekarang digugurkan
saja? Itu membuat aku berbuat seperti binatang. Apa sekalian
menghancurkan diriku dengan menjadi pelacur? Sungguh makin hina. Apakah
aku minta dinikahi sama orang lain? Lalu orang berhati malaikat mana yg
mau nikah dengan wanita kotor sepertiku?
Coba andai saja waktu aku bisa putar, aku memilih tidak akan pernah
menyentuh pacaran. Andai saja bisa mendapatkan tulisan atau ceramah
tentang bahaya pacaran, mungkin aku tidak akan melakukannya. Sebab
beginilah pacaran, benar-benar membuat diriku terjerumus hingga bisa
melakukan banyak kemaksiatan lainnya.
Ah, Aku sangat menyesalinya…
Catatan: Cerita di atas adalah hasil kesimpulan Laode Munafar setelah 5
tahun melayani curhatan pembaca yang bertaubat setelah membaca bukunya.
Untuk nama tokoh di atas hanyalah fiksi.
ukhtiindonesia.com