Sahabat tolongshareya semoga kita diberi kesehatan sampai
bulan ramadhan depan, Itulah yang kita dapati saat di bulan Ramadhan. Banyak
yang baru jadi sadar shalat ketika bulan Ramadhan. Banyak yang baru rajin ke
masjid ketika bulan Ramadhan. Kalau di luar bulan Ramadhan, tahulah sendiri.
Lihat saja keadaan masjid-masjid kita bagaimana?Lantas bagaimana jika puasa
tapi meninggalkan sholat?
Puasa Itu Harus Jauhi Bermaksiat
Seseorang
yang berpuasa tentu harus pula meninggalkan maksiat. Karena puasa bukan hanya
meninggalkan makan dan minum atau tidak berhubungan intim, namun puasa juga
hendaklah meninggalkan maksiat. Kata-kata kotor mesti dijauhi. Kata-kata yang
menyakiti orang lain pula mesti dihindarkan.
Dari
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ
الأَكْلِ وَالشَّرَبِ ، إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ ، فَإِنْ
سَابَّكَ أَحَدٌ أَوْ جَهُلَ عَلَيْكَ فَلْتَقُلْ : إِنِّي صَائِمٌ ، إِنِّي
صَائِمٌ
“Puasa bukanlah hanya menahan makan dan minum
saja. Akan tetapi, puasa adalah dengan menahan diri dari perkataan lagwu dan
rofats. Apabila ada seseorang yang mencelamu atau berbuat usil padamu,
katakanlah padanya, “Aku sedang puasa, aku sedang puasa”.” (HR. Ibnu Khuzaimah 7: 282 dan Hakim 4: 111. Syaikh
Al Albani dalam Shohih At-Targib wa At-Tarhib no. 1082 mengatakan bahwa hadits
ini shahih)
Jangan
sampai yang berpuasa hanya mendapatkan lapar dan dahaga saja. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ
مِنْ صِيَامِهِ الْجُوعُ وَالْعَطَشُ وَرُبَّ قَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ قِيَامِهِ
السَّهَرُ
“Betapa
banyak orang yang berpuasa hanya mendapatkan rasa lapar dan dahaga saja. Betapa
banyak pula yang melakukan shalat malam, hanya jadinya begadang di malam hari.”
(HR. Ahmad 2: 373. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid).
Meninggalkan Satu Shalat Saja Bisa Merusak
Amal
Ibnul
Qayyim rahimahullah menerangkan:
Penghapus
amalan ada dua yaitu umum dan khusus.
Penghapus
amalan yang umum ada dua yaitu yang menghapuskan amalan kebaikan seluruhnya
yaitu dengan murtad (melakukan pembatal keislaman atau keluar dari Islam) dan
yang menghapuskan setiap kejelekan (dosa) yaitu dengan bertaubat.
Penghapus
amalan yang khusus yaitu antara kebaikan dan kejelekan itu menghapuskan satu
dan lainnya. Ini adalah penghapus amalan yang bersifat parsial namun bersyarat.
Perlu
diketahui bahwa kekafiran dan iman itu bisa menghapuskan satu dan lainnya,
begitu pula cabang kekafiran dan cabang keimanan bisa menghapuskan satu dan
lainnya. Jika semakin besar cabang keimanan atau kekafiran tersebut, maka
semakin banyak yang hilang dari cabang keimanan atau kekafiran tersebut. (Lihat Ash-Shalah,
hlm. 60).
Karena
saking pentingnya shalat, meninggalkan satu shalat saja bisa menghapuskan
amalan, seperti yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebutkan
mengenai shalat Ashar,
مَنْ تَرَكَ صَلاَةَ
الْعَصْرِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ
“Barangsiapa
meninggalkan shalat Ashar, maka terhapuslah amalannya” (HR. Bukhari no.
594)
Tidak
Shalat Bukanlah Muslim
Coba
perhatikan hadits berikut yang menunjukkan bahayanya meninggalkan shalat.
Dari
Mihjan, ia berkata,
أَنَّهُ كَانَ فِى
مَجْلِسٍ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَأَذَّنَ بِالصَّلاَةِ –
فَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- ثُمَّ رَجَعَ وَمِحْجَنٌ فِى
مَجْلِسِهِ – فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَا مَنَعَكَ
أَنْ تُصَلِّىَ أَلَسْتَ بِرَجُلٍ مُسْلِمٍ ». قَالَ بَلَى وَلَكِنِّى كُنْتُ قَدْ
صَلَّيْتُ فِى أَهْلِى فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِذَا
جِئْتَ فَصَلِّ مَعَ النَّاسِ وَإِنْ كُنْتَ قَدْ صَلَّيْتَ
“Beliau
pernah berada di majelis bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu dikumandangkan azan untuk shalat. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri, lalu mengerjakan shalat, sedangkan Mihjan masih
dudk di tempat semula. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Apa yang menghalangimu shalat, bukankah
engkau adalah seorang muslim?”
Lalu Mihjan mengatakan, “Betul. Akan tetapi saya sudah melaksanakan shalat
bersama keluargaku.” Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallammengatakan padanya, “Apabila engkau datang, shalatlah
bersama orang-orang, walaupun engkau sudah shalat.” (HR. An-Nasa’i no. 858 dan
Ahmad 4: 34. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits inihasan)
Dalam
hadits ini, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam menjadikan pembeda antara
muslim dan kafir dengan shalat. Maksud Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan pada Mihjan, seandainya ia muslim, maka pasti
akan shalat. Hal ini sama saja jika dikatakan, “Kenapa engkau tidak berbicara,
bukankah engkau adalah orang yang mampu berbicara?” atau “Kenapa engkau tidak
bergerak, bukankah engkau orang yang hidup?”
Seandainya
seseorang disebut muslim tanpa mengerjakan shalat, maka tentu tidak perlu
dikatakan pada orang yang tidak shalat, “Bukankah kamu adalah seorang muslim?”
(
10.5pt;">Ash-Shalah, hlm. 41)
Saat-saat
‘Umar bin Al-Khattab menjelang sakratul maut setelah ditusuk, ia berkata,
لاَ إِسْلاَمَ لِمَنْ
تَرَكَ الصَّلاَةَ
“Orang
yang meninggalkan shalat bukanlah muslim.” (Riwayat ini disebutkan oleh Ibnul
Qayyim dalam Ash
Shalah, hlm. 41-42)
Mayoritas
sahabat Nabi menganggap bahwa orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja adalah
kafir sebagaimana dikatakan oleh seorang tabi’in, Abdullah bin Syaqiq,
كَانَ أَصْحَابُ
مُحَمَّدٍ -صلى الله عليه وسلم- لاَ يَرَوْنَ شَيْئًا مِنَ الأَعْمَالِ تَرْكُهُ
كُفْرٌ غَيْرَ الصَّلاَةِ
“Dulu
para shahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah
pernah menganggap suatu amal yang apabila ditinggalkan menyebabkan seorang
kafir kecuali shalat.” (HR. Tirmidzi no. 2622 dan Hakim 1: 7. Perkataan ini
diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari Abdullah bin Syaqiq Al ‘Aqliy seorang
tabi’in dan Hakim mengatakan bahwa hadits ini bersambung dengan menyebut Abu
Hurairah di dalamnya. Dan sanad [periwayat] hadits ini adalah shahih. Lihat Ats-Tsamar
Al-Mustathob fi Fiqh As-Sunnah wa Al-Kitab, hal. 52).
Sayangnya
Jika Hanya Shalat di Bulan Ramadhan
Komisi
Fatwa Kerajaan Saudi Arabia, Al-Lajnah Ad-Da’imah li Al-Buhuts Al-‘Ilmiyyah wa
Al-Ifta’ pernah ditanya:
“Apabila
seseorang hanya di bulan Ramadhan semangat melakukan puasa dan shalat, namun
setelah Ramadhan berakhir dia meninggalkan shalat, apakah puasanya di bulan
Ramadhan diterima?”
Jawab:
“Shalat
merupakan salah satu rukun Islam. Shalat merupakan rukun Islam terpenting
setelah dua kalimat syahadat. Dan hukum shalat adalah wajib bagi setiap
individu. Barangsiapa meninggalkan shalat karena menentang kewajibannya atau
meninggalkannya karena menganggap remeh dan malas-malasan, ia kafir. Adapun
orang yang melakukan puasa Ramadhan dan mengerjakan shalat hanya di bulan
Ramadhan saja, maka orang seperti ini berarti telah melecehkan agama Allah.
(Sebagian salaf mengatakan), “Sejelek-jelek kaum adalah yang mengenal Allah
(rajin ibadah, pen.) hanya pada bulan Ramadhan saja.”
Oleh
karena itu, tidak sah puasa seseorang yang tidak melaksanakan shalat di luar
bulan Ramadhan. Bahkan orang seperti ini (yang meninggalkan shalat) dinilai
kafir dan telah melakukan kufur akbar, walaupun orang ini tidak menentang
kewajiban shalat. Orang seperti ini tetap dianggap kafir menurut pendapat ulama
yang paling kuat. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri
telah bersabda,
الْعَهْدُ الَّذِى
بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ
“Perjanjian antara kami dan mereka (orang
kafir) adalah mengenai shalat, barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.” (HR. Ahmad, Abu Daud, At Tirmidzi, An Nasa’i, Ibnu
Majah dengan sanad yang shahih dari Buraidah Al Aslamiy)
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
رَأْسُ الأَمْرِ
الإِسْلاَمُ وَعَمُودُهُ الصَّلاَةُ وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الْجِهَادُ فِي سَبِيْلِ
اللهِ
“Inti (pokok) segala perkara adalah Islam,
tiangnya (penopangnya) adalah shalat, dan puncaknya adalah jihad di jalan Allah.” (HR. Tirmidzi dengan sanad shahih dari Mu’adz bin
Jabal radhiyallahu ‘anhu)
بَيْنَ الرَّجُلِ
وَبَيْنَ الْكُفْرِ وَ الشِّرْكِ تَرْكُ الصَّلاَةِ
“Pembatas
antara seorang muslim dengan kekafiran dan kesyirikan adalah meninggalkan
shalat.” (HR. Muslim dari Jabir bin ‘Abdillah Al-Anshariy). Dan banyak
hadits yang semakna dengan hadits-hadits di atas.
Wa
billahit taufiq, wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa alihi wa shahbihi wa
sallam.
Fatwa
di atas ditandatangani oleh Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz selaku
ketua, Syaikh ‘Abdur Razaq ‘Afifi selaku wakil ketua, Syaikh ‘Abdullah bin
Mani’ dan ‘Abdullah bin Ghudayan selaku anggota.
(Fatwa
Al-Lajnah Ad-Da’imah Li Al-Buhuts Al-‘Ilmiyyah wa Al-Ifta’, pertanyaan ke-3,
Fatawa no. 102, 10: 139-141)
Puasa
Tetapi Tidak Shalat
Syaikh
Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Puasa
yang dilakukan oleh orang yang meninggalkan shalat tidaklah diterima karena
orang yang meninggalkan shalat berarti kafir dan murtad. Dalil bahwa
meninggalkan shalat termasuk bentuk kekafiran adalah firman Allah Ta’ala (yang
artinya),”Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat,
maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan
ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui.” (QS. At Taubah: 11)
Alasan
lain adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Pembatas
antara seorang muslim dengan kesyirikan dan kekafiran adalah meninggalkan
shalat.” (HR. Muslim no. 82). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam juga bersabda, “Perjanjian antara kami dan mereka (orang
kafir) adalah mengenai shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah
kafir.” (HR. An-Nasa’i no. 463, Tirmidzi no. 2621, Ibnu Majah no. 1079 dan
Ahmad 5: 346. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Pendapat
yang mengatakan bahwa meninggalkan shalat merupakan suatu kekafiran adalah
pendapat mayoritas sahabat Nabi bahkan dapat dikatakan pendapat tersebut
termasuk ijma’ (kesepakatan) para sahabat.
‘Abdullah
bin Syaqiq -rahimahullah- (seorang tabi’in yang sudah masyhur)
mengatakan, “Para sahabat Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah
pernah menganggap suatu amalan yang apabila seseorang meninggalkannya akan
menyebabkan dia kafir selain perkara shalat.” Oleh karena itu, apabila
seseorang berpuasa namun dia meninggalkan shalat, puasa yang dia lakukan
tidaklah sah (tidak diterima). Amalan puasa yang dia lakukan tidaklah bermanfaat
pada hari kiamat nanti.
Kami
katakan, “Shalatlah kemudian tunaikanlah puasa”. Adapun jika engkau
berpuasa namun tidak shalat, amalan puasamu akan tertolak karena orang kafir
tidak diterima ibadah darinya. (Majmu’ Fatawa wa Rasa’il Ibnu ‘Utsaimin,
17: 62)
Demikianlah pembahasan
tentang orang yang berpuasa tanpi kadang masih bolong dalam sholatnya,
Mudah-mudahan ramadhan bulan depan sahabat tolongshareya dapat melakukan
aktifitas berpuasa tanpa ada halangan apapun.
Sumber : rumaysho.com