HarianMuslim.Net Terjadi
perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang tugas istri untuk
mengerjakan pekerjaan rumah tangga suaminya seperti memasak, mencuci
bajunya, merapikan tempat tidurnya, membersihan rumahnya; ada yang
mengatakan itu wajib, ada pula yang tidak. Pendapat lebih kuat bahwa
pekerjaan rumah tangga tersebut wajib ditunaikan oleh istri, hal ini
berdasarkan beberapa nash dari Al-Qur'an dan Sunnah.
Pertama, firman Allah 'Azza wa Jalla:
“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf. Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya.” (QS. Al-Baqarah:
“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf. Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya.” (QS. Al-Baqarah:
Keumuman ayat ini menunjukkan bahwa istri wajib melaksanakan tugas rumah
tangga, sebagaimana laki-laki berkewajiban bekerja di luar rumah untuk
mencari nafkah untuk istrinya. Adapun hubungan suami istri merupakan hak
bersama keduanya.
Kedua, dalil dari hadits shahih, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam
dilayani dan dibantu segala pekerjaan rumah tangganya oleh para istri
beliau. Seperti yang dijelaskan dalam hadits Maimunah Radhiyallahu
'Anha, ia berkata: Aku menyiapkan air untuk mandi janabat Nabi
Shallallahu 'Alaihi Wasallam.”
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam pernah berkata kepada ‘Aisyah
Radhiyallahu 'Anha, “Ambilkan untukku tikar untuk shalat di masjid.”
Perkataan ‘Aisyah dalam urusan Siwak Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam,
“Aku ambil siwak, aku gigit-gigit dan haluskan, lalu aku berikan kepada
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, kemudian beliau bersiwak dengannya.”
Dan masih banyak lagi hadits-hadits shahih lainnya.
Ketiga, Fatimah pernah datang kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam
mengadukan kedua tangannya yang melepuh dan lecet karena banyaknya
menggiling gandum. Ayahnya, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam
tidak langsung meresponnya dengan memberikan pembantu yang diminta
putrinya. Seandainya mengerjakan pekerjaan rumah tangga itu tidak wajib,
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam tidak akan membiarkan Ali
Radhiyallahu 'Anhu memperkerjakan Fatimah menangani pekerjaan rumah
tangganya.
font-size: 14px; line-height: 21px;
word-wrap: break-word !important;">
Keempat, istri memegang pekerjaan urmah tangga sudah menjadi budaya di
abad terbaik Islam. Seperti yang disampaikan Asma’ binti Abu Bakar
Radhiyallahu 'Anhuma yang menceritakan kondisi bersama suaminya (Zubair
bin Awwam Radhiyallahu 'Anhu), “saat Zubair menikahiku, ia tak punya
apa-apa; baik harta dan budak, kecuali onta untuk penyiram lahan dan
seekor kuda. Maka akulah yang memberi makan dan minum kudanya, menambal
timbanya serta membuatkan adonan roti. Padahal aku bukanlah seorang yang
pandai membuat roti. Karena itu, para tetanggaku dari kaum Anshar yang
membuatkan roti, mereka wanita yang menepati janji.”
Dalam riwayat Muslim, dari jalur Thariq bin Abi Mulaikah, dari Asma’, ia berkata:
“Aku membantu Zubair mengerjakan pekerjaan rumah. Ia punya satu ekor
kuda, dan aku-lah yang mengurusnya. Tidak ada pekerjaan rumah yang lebih
berat bagiku melebihi mengurus kudanya itu. Aku mencarikan rumput dan
memberinya makan.”
Sebagai ulama, sebagaimana disebutkan Al-Hafidz Ibnul Hajar di Fathul
Baari, menjadikan kisah ini sebagai dalil wajibnya seorang istri
menjalankan tugas/pelayanan yang dibutuhkan suaminya (di rumah) atau
pekerjaan rumah tangga suaminya. Inilah pendapat Abu Tsaur. Sebagian
ulama yang lain berpendapat bahwa pekerjaan rumah tangga hanya tathawwu’
(sunnah) atasnya, tidak harus. Kemudian Ibnul Hajar menyebutkan
pendapat yang rajih, “Dan yang rajih dalam perkara itu dibawa kepada
kebiasaan suatu negeri. Dan itu berbeda-beda pada masing-masing negeri.”
. . . Dan termasuk mu’asyarah yang baik kepada istri, seorang suami
membantu pekerjaan rumah istrinya yang pantas ia kerjakan. . .
Menurut Ibnu Taimiyah bahwa istri wajib membantu pekerjaan rumah
suaminya dengan cara yang ma’ruf (lumrah). Itu berbeda-beda sesuai
sikon. Cara membantunya wanita kampung berbeda dengan wanita kota,
wanita yang kuat tidak seperti wanita yang lemah.
Dengan cara bantu membantu seperti ini maka kehidupan rumah tangga akan
harmonis. Masing-masing membantu pekerjaan pasangannya sesuai kemampuan.
Suami istri sama-sama merasakan manis dan pahitnya kehidupan rumah
tangga. Dan termasuk mu’asyarah yang baik kepada istri, seorang suami
membantu pekerjaan rumah istrinya yang pantas ia kerjakan. Sebagaimana
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam juga ikut membantu pekerjaan rumah
istrinya, seperti yang diberitakan ‘Aisyah saat ia ditanya, “apa yang
dikerjakan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam di dalam rumah”:
“Beliau membantu pekerjaan istrinya, dan apabila waktu shalat tiba maka
beliau segera menuju shalat.” Subhanallah, sebuah teladan yang mulia dan
indah dari Nabi tercinta Shallallahu 'Alaihi Wasallam
CAR,FOREX,DOMAIN,SEO,HEALTH,HOME DESIGN