Di komplek perumahan, saya sering sekali melihat orang memasang pintu
pagar di seberang got rumahnya atau tepatnya di bahu jalan. Dan ternyata
saya tidak hanya menemukannya di komplek perumahan saya yang
kecil-kecil, tetapi juga di komplek lain yang juga lebih besar dan wah.
Memang, di komplek perumahan rata-rata jarak dari bangunan rumah ke tepi
jalan paling-paling hanya 3 atau 4 meter saja sehingga jika memarkir
kendaraan di depannya akan sedikit menonjol ke depan. Sering kali itulah
alasan yang digunakan orang untuk memasang pintu pagar di “daerah milik
jalan” itu tanpa sedikitpun merasa bersalah.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kang_yadi/pintu-pagar-rumah-menyerobot-ruang-publik-bolehkah_550e03eb813311c42cbc61b7
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kang_yadi/pintu-pagar-rumah-menyerobot-ruang-publik-bolehkah_550e03eb813311c42cbc61b7
Merampas tanah adalah sebuah perbuatan zhalim yang banyak terjadi di
masyarakat, termasuk juga dilakukan oleh banyak petani. Perbuatan ini
banyak dianggap sebagai perkara yang sepele pada masa sekarang. Mereka
para pelaku perbuatan ini menganggap remeh perkara ini bahkan menganggap
hal yang biasa terjadi di masyarakat.
Padahal merampas tanah termasuk suatu perbuatan yang tergolong dosa
besar dan pelakunya diancam di akherat dengan adzab yang keras dan pedih
akherat.
Mengenai masalah mengambil tanah orang lain tanpa izin pemiliknya ada beberapa hadits yang akan disebutkan diantaranya;
1. Hadits yang diriwayatkan dari ‘Aisyah rodhiyallohu ‘anha bahwasanya telah bersabda Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam:
مَنْ ظَلَمَ قِيْدَ شِبْرٍ مِنَ الأَرْضِ طُوِّقَهُ مِنْ سَبْعِ أَرَضِيْنَ
“Barang siapa yang berbuat zhalim (dengan mengambil) sejengkal tanah
maka dia akan dikalungi (dengan tanah) dari tujuh lapis bumi.” [1]
2.Hadits yang diriwayatkan dari Sa’id bin Zaid rodhiyallohu ‘anhu bahwasanya Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam berasabda:
مَنْ ظَلَمَ مِنَ الأَرْضِ شَيْئًا طُوِّقَهُ مِنْ سَبْعِ أَرَضِيْنَ
“Barang siapa yang mengambil sejengkal tanah secara zhalim maka dia akan dikalungit (dengan tanah) dari tujuh lapis bumi.”[2]
3.Hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Umar rodhiyallohu ‘anhuma,
dia berkata bersabda Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam:
مَنْ أَخَذَ مِنَ الأَرْضِ شَيْئًا بِغَيْرِ حَقِّهِ خُسِفَ لَهُ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِلَى سَبْعِ أَرَضِيْنَ
“Barang
siapa yang mengambil tanah (meskipun) sedikit tanpa haknya maka dia
akan ditenggelamkan dengan tanahnya pada hari kiamat sampai ke dasar
tujuh lapis bumi.”[3]
4.Hadits yang diriwayatkan dari Ya’la bin Murrah rodhiyallohu ‘anhu, dia
berkata telah bersabda Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam:
أَيُّمَا
رَجُلٍ ظَلَمَ شِبْرًا مِنَ الأَرْضِ كَلَّهُ اللهُ عَزَّ وَ جَلَّ أَنْ
يَحْفِرَهُ حَتَّى يَبْلُغَ آخِرَ سَبْعِ أَرَضِيْنَ, ثُمَّ يُطَوِّقَهُ
إَلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ حَتَّى يَقْضَى بَيْنَ النَّاسِ
“Siapa
saja orang yang menzhalimi (dengan) mengambil sejengkal tanah (orang
lain), niscaya Alloh akan membebaninya hingga hari kiamat dari tujuh
lapis bumi, lalu Alloh akan mengalungkannya (di lehernya) pada hari
kiamat sampai seluruh manusia diadili.”[4]
5.Hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Tsabit rodhiyallohu ‘anhu, ia
berkata; aku mendengar Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
مَنْ أَخَذَ اَرْضًا بِغَيْرِ حَقِّهَا كُلِّفَ أَنْ يَحْمِلَ تُرَابَهَا إِلَى الْمَحْشَرِ
“Barangsiapa
yang mengambil tanah tanpa ada haknya, maka dia akan dibebani dengan
membawa tanahnya (yang dia rampas) sampai ke padang mahsyar”[5]
Itulah beberapa hadits yang menerangkan tentang masalah merampas atau
mengambil tanah yang dapat di ambil banyak pelajaran, diantarnya:
Kerasnya siksa bagi pelakunya
Berkata Syaikh Salim Al-Hilali menerangkan bentuk adzabnya: “Maksud dari
dikalungi dari tujuh lapis bumi adalah Alloh membebaninya dengan apa
yang dia ambil (secara zhalim) dari tanah tersebut, pada hari kiamat
sampai ke padang mahsyar dan menjadikannya sebagaimana membebani di
lehernya atau dia disiksa dengan menenggelamkan ke tujuh lapis bumi, dan
mengambil seluruh tanah tersebut dan dikalungkan di lehernya.”[6]
Semantara Syaikh Abdullah Al-Bassam menjelaskan: “Oleh karena itu Nabi
shollallohu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwasanya barangsiapa yang
mengambil tanah orang tanpa izinnya (merampasnya) baik sedikit ataupun
banyak maka dia datang pada hari kiamat dengan adzab yang berat, dimana
lehernya menjadi keras dan panjang kemudian dikalungkan tanah yang
dirampasnya dan apa yang berada di bawahnya sampai tujuh lapis bumi
sebagai balasan baginya yang telah merampas tanah.”[7]
Demikian juga Syaikh Utsaimin menjelaskan bagaimana adzab bagi orang
yang merampas tanah orang lain dengan mengatakan: “Manusia jika merampas
sejengkal tanah maka dia akan dikalungi dengan tujuh lapis bumi pada
hari kiamat, maksudnya menjadikan baginya kalung pada lehernya, kita
berlindung kepada Alloh, dia membawanya di hadapan seluruh manusia, di
hadapan seluruh makhluk, dia dihinakan pada hari kiamat.”[8]
Sebuah Kezhaliman dan Dosa Besar
Merampas tanah merupakan kezhaliman, termasuk dosa besar dan kita harus
menghindarinya baik sedikit ataupun banyaknya, sempit maupun luasnya
karena tetap saja itu haram dan merupakan dosa besar.
Berkata Syaikh Al Utsaimin rohimallohu, “Hadits ini memberikan contoh
jenis dari macam-macam perbuatan zhalim yaitu kezhaliman dalam masalah
tanah, dan masalah merampas tanah termasuk dosa besar.
Dan sabdanya (sejengkal tanah) bukanlah ini bentuk penentuan kadar
tetapi bentuk mubalaghah (kiasan) yaitu berarti jika merampas kurang
dari sejengkal tanah juga tetap dikalungkan. Orang arab menyebutkannya
sebagai bentuk mubalaghah yaitu walaupun sekecil apa pun maka akan
dikalungkan kepadanya pada hari kiamat.”[9]
Syaikh Saliem mengaskan: “Kandungan dari hadits (di atas) adalah
janganlah meremehkan kezhaliman meski sekecil apapun (walaupun Cuma
merampas sejengkal tanah), dan merampas tanah termasuk dosa besar.”[10]
Pemilik bagian atas dan bawahnya
Dari hadits-hadits di atas juga dapat diambil pelajaran bahwa orang yang
memiliki tanah maka dia memiliki juga bagian bawah sampai tujuh lapis
bumi dan juga bagian atas berupa ruang udara.
Syaikh Utsaimin rohimallohu menjelaskan: “Di dalam Hadits ini (hadits
‘Aisyah) menunjukkan dalil bahwa orang memiliki tanah maka dia memiliki
juga (tanah) bagian bawahnya sampai tujuh lapis bumi, tidaklah boleh
seseorang melubangi kecuali dengan izinnya. Misalkan kamu ditakdirkan
mempunyai tanah seluas tiga meter persegi dan sekeliling (tanahmu)
adalah tanah milik tetanggamu, kemudian tetanggamu bermaksud untuk
membuat lubang/terowongan diantara tanahnya, dan melewati bagian bawah
tanahmu maka tidaklah dia dibenarkan dalam hal ini karena kamu memiliki
tanah dan apa saja yang berada di bawah tanah tersebut sampai tujuh
lapis bumi. Sebagaimana juga ruang udara (di atas tanahmu) adalah
milikmu sampai ke langit. Maka seseorang tidak bisa untuk membangun atap
kecuali dengan izinmu. Oleh karena itu berkata ulama, ‘Udara itu
mengikuti apa yang tetap (tanah), dan tanah itu sampai tujuh lapis bumi.
Jadi seseorang (yang memiliki tanah) mempunyai bagian atas bagian bawah
(dari tanahnya), tidak boleh seseorang (merampasnya).
Berkata Syaikh ‘Utsaimun menyebutkan bahwa para ulama berkata,
‘Seandainya tetanggamu memiliki pohon, kemudian dahannya memanjang ke
tanahmu dan ranting-rantingnya menjadi menutupi tanahmu, maka
sesungguhnya tetanggamu harus membenggokkan (dahan tersebut) dari
tanahmu, jika tidak memungkinkan untuk dibengkokkan maka (dahan
tersebut) harus dipotong, kecuali kamu mengizinkan keberadaannya, karena
ruang udara (di atas tanahmu) adalah milikmu, mengikuti (kepemilikkan)
apa yang tetap (tanah).”[11]
Berkata Syaikh Saliem: “Barangsiapa memiliki tanah, maka berarti dia
memilikinya dari bawah sampai atas. Dan dia berhak melarang orang
menggali bagian yang berada di bawah tanahnya, baik berupa lubang
ataupun sumur tanpa meminta izin dan persetujuan darinya. Dan dia juga
merupakan pemilik tambang dan barang-barang berharga berharga
dibawahnya. Dia boleh memperdalam lubang di bawah tanahnya sekehendak
hatinya selama tidak membahayakan orang lain yang bertetangga
dengannya.”[12]
Kemudian Syaikh Abdullah Al-Bassam melanjutkan penjelasannya: “Pelajaran
yang bisa diambil dari hadits ini (Hadits Aisyah rodhiyallohu ‘anha):
Bahwa perampasan tanah itu adalah haram baik sedikit maupun banyak,
inilah faidah penyebutan kata sejengkal tanah, Benda yang diam (tanah)
merampasnya dengan cara menguasainya. Berkata Al-Qurthubi : “Dari hadits
ini memungkinkan merampas tanah termasuk dosa besar.”, dan Sesungguhnya
orang yang memiliki permukaan tanah dia juga memiliki bagian bawahnya
maka tidak boleh seseorang melubangi dari bawah atau membuat lubang atau
sumur atau selainnya (ditanah orang lain).” [13]
Bumi terdiri dari tujuh lapis
Dalam hadits di atas juga terdapat pelajaran bahwa bumi itu tersusun
dari tujuh lapis sebagimana langit yang terdiri lapis, berkata Syaikh
Saliem: “Bumi ini terdiri dari tujuh lapis, yang antara satu lapisan
dengan yang lainnya tidak saling terpisah. Seandainya lapisan tanah itu
terpisah-pisah, niscaya cukup bagi perampas tanah untuk dikalungi tanah
yang dirampasnya saja, karena terpisahannya dari tanah yang berada di
bawahnya. Wallohu a’lam. Tanah tujuh lapis itu bertingkat-tingkat
sebagaimana halnya dengan langit. Hal itu tampak pada lahiriyah firman
Alloh subhanahu wa ta’ala
Berkata Syaikh Al Utsaimin rohimallohu: “Kesempurnaan siksa yang lain
(selain laknat dari Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam) adalah apa
yang disebutkan dalam hadits ini (Hadits ‘Aisyah rodhiyallohu ‘anha)
bahwa jika seseorang merampas sejengkal tanah saja maka dia akan
dikalungi dengan (tanah yang dirampas) sampai tujuh lapis bumi pada hari
kiamat, karena bumi itu terdiri dari tujuh lapis, sebagaimana yang
datang dari as-Sunnah yang jelas, dan sebagaimana yang Alloh subhanahu
wa ta’ala sebutkan di dalam al-Quran yaitu yang ditunjukkan dalam
firman-Nya subhanahu wa ta’ala:
“Alloh-lah yang menciptakan tujuh lapis langit dan begitu pula bumi.” (QS. Ath Thalaq : 12)
dan sudah ketahui bahwa permisalan di sini bukanlah bentuknya, karena di
antara langit dan bumi terdapat perbedaan yang jauh. Langit jauh lebih
besar , lebih luas dan lebih agung dari bumi. Alloh subhanahu wa ta’ala
berfirman:
“Dan langit itu dibangun dengan dengan tangan.” (Adz Dzariyat: 47) , maksudnya dengan kuat dan Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman:
Pengubahan Tanda Batas Tanah
Kemudian masalah yang kedua adalah merubah tanda batas tanah. Dalil
tentang larangan merubah tanda batas adalah hadits yang diriwayatkan
dari Ali bin Abi Thalib ra, dia berkata: ” Rosululloh memberitahukan kepadaku empat kalimat
لَعَنَ
اللهُ مُنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ اللهِ, لَعَنَ اللهُ مَنْ لَعَنَ وَالِدَيْهِ,
لَعَنَ اللهُ مَنَ آوَى مُحْدِثًا, لَعَنَ اللهُ مَنْ غَيَّرَ مَنَارَ
الأَرْضِ
,
‘Alloh melaknat orang yang menyembelih bagi selain Alloh; Alloh
melaknat orang yang melaknat kedua orang tuanya; Alloh melaknat orang
yang memberi perlidungan orang yang mengada-adakan sesuatu yang baru
(bid’ah); dan Alloh melaknat orang yang merubah tanda batas tanah.” (HR. Imam Muslim dari berbagai jalur).
Perkataan Alloh melaknat maksudnya penjauhan dari rahmat Alloh .
Berkata Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab rohimahulloh: “Alloh melaknat orang yang merubah tanda batas tanah (Manarul Ardhi) yaitu
tanda atau simbol yang membedakan antara tanah yang menjadi hakmu dan
menjadi hak tetanggamu, kemudian kamu merubah batasnya dengan memajukan
tanda tersebut atau memundurkannya.”[16]
Berkata Syaikh Al-Utsaimin rohimallohu: “Perkataan ‘Manarul Ardhi’ berarti
tanda-tanda pembatas tanah yang telah ditetapkan antar tetangga (antar
para pemilik tanah). Siapa yang mengubahnya secara zhalim maka dia
terlaknat. Berapa banyak orang yang mengubah batas tanah, apalagi
apabila nilai jual tanah itu tinggi, tanahnya subur dengan lokasi yang
strategis. Mereka tidak tahu bahwa Nabi bersabda: “Barangsiapa mengambil
tanah secara zhalim maka dia akan dibenamkan ke dalam tujuh lapis
bumi.” Jadi masalah ini tidak bisa dianggap enteng. Padahal orang yang
menyerobot tanah dan mengubah tanda pembatas tanah serta mengambil
sesuatu yang bukan haknya tidak tahu bahwa ternyata dia tidak dapat
mengambil manfaat dari tanah yang diserobotnya itu karena keburu
meninggal dunia sebelum dapat mengambil manfaat darinya atau kemungkinan
dia mendapat bencana dari apa yang dia ambilnya.
Kesimpulannya, hadits ini merupakan dalil bahwa mengubah tanda batas
tanah termasuk dosa besar, karena itulah Nabi shollallohu ‘alaihi wa
sallam menggabungkan dengan syirik, durhaka kepada kedua orang tua, dan
perbuatan bid’ah. Ini menunjukkan yang demikian itu merupakan masalah
yang besar, yang harus dihindari oleh manusia dan hendaknya dia takut
kepada Alloh.” [17]
Solusi dari dua masalah di atas:
Bagi para perampas tanah orang lain maka wajib bagi dia mengembalikan tanah yang dia ambil itu kepada pemiliknya.
Berkata Syaikh Abdul Azhim Al Badawi: “Barangsiapa yang merampas tanah
kemudian menanaminya atau membangun di dalam tanah tersebut, maka
diharuskan untuk mencabut tanamannya dan menghancurkan bangunannya.
Karena sabda Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam:
لَيْسَ لِعِرْقٍ ظَالِمٍ حَقٌّ
Dan apabila dia menanam tanamannya dengan biaya, maka dia mengambil
biayanya dan tanaman bagi pemilik tanah. Dari Rafi’ bin Khudaij
rodhiyallohu ‘anhu Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ زَرَعَ فِيْ أَرْضِ قَوْمٍ بِغَيْرِ إِذْنِهِمْ فَلَيْسَ لَهُ مِنَ الزَّرْعِ شَيْءٌ, وَ لَهُ نَفَقَتُهُ
“Barangsiapa
menanam di tanah suatu kaum dengan tanpa izin mereka maka tidak ada
baginya (hak) dari tanamanitu sedikitpun, dan baginya biaya
penanamannya.” [19]
Berkata Syaikh Abu Bakar Al-Jazairi[20]:
“Jika barang yang dirampas berupa tanah, kemudian perampas membangun
rumah di atasnya ataupun menanam tanaman di atasnya maka rumah tersebut
harus dirobohkan/dihancurkan dan tanaman itu harus dicabut, dan tanah
tersebut harus diperbaiki kerena kerusakan yang disebabkan pembangunan
rumah dan penanaman tanaman tersebut. Atau rumah itu tidak dirobohkan
dan tanaman tersebut tidak dicabut, sebagai gantinya perampas meminta
ganti atas biaya pembangunan rumah tersebut atau biaya penanaman tanaman
tersebut namun itupun jika pemilik tanah menyetujuinya. Karena
Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Perkataan beliau juga diperkuat dengan hadits dari Urwah bin Az-Zubair,
dia berkata: telah berkata seorang dari sahabat Rosululloh berkata:
sesungguhnya ada dua orang bertengkar mengadu kepada Rosululloh
shollallohu ‘alaihi wa sallam tentang masalah tanah. Salah seorang di
antara mereka telah menanam pohon kurma di atas tanah milik yang lain.
Maka Rosululloh memutuskan tanah tetap menjadi milik si empunya dan
menyuruh pemilik pohon kurma untuk mencabut pohon kurmanya dan beliau
bersabda:
“Akar yang zhalim tidak mempunyai hak.”
Demikianlah penjelasan dari masalah ini, semoga petani bisa
menghindarinya, karena masalah ini sering terjadi di masyarakat dan
hendaknya berhati-hati darinya karena termasuk dosa besar dan ancaman
siksanya sangat keras dan pedih. Dan apabila diantara kita ada yang
telah melakukan perampasan tanah maka segeralah dikembalikan tanah
rampasan tersebut sebelum menjadi siksa di akherat. Marilah kita
berusaha dengan cara yang halal dan baik dan janganlah kita memberi
makan keluarga dengan cara yang haram dan bathil. Firman Alloh subhanahu
wa ta’ala:
“Dan janganlah sebagian kalian memakan harta sebagian di antara kalian dengan jalan yang bathil.” (QS. Al-Baqarah : 188).
CAR,FOREX,DOMAIN,SEO,HEALTH,HOME DESIGN