Islamedia –
Umat Islam merupakan penduduk mayoritas Indonesia, dengan
demikian sangat menentukan jaya atau bahkan mundurnya negara ini. Jika
umat Islam baik, baik pula negara ini. Jika buruk, buruk pula negara
ini. Tentu pilihan sadarnya adalah menuju Indonesia yang bermartabat di mata dunia dan lebih dari itu adalah diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kalimat “Indonesia,Bumi Allah Bumi Kaum Muslimin” merupakan keyakinan
asasi yang sudah semestinya terpatri dalam diri setiap umat Islam bahwa
negeri tercinta Indonesia dan juga negeri-negeri lainnya.
Pada hakikatnya adalah bumi Allah Subhanahu wa Ta’ala
dan buminya para pahlawan Islam, bumi kaum muslimin, bukan bumi kaum
yang ingkar kepadaNya. Sebab seluruh jengkal bumi memang Allah Ta’ala
wariskan untuk kaum beriman dan beramal shalih. Perhatikan ayat berikut:
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ
وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا
اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ
الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ
أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ
ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
Dan Allah telah berjanji kepada
orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang
saleh bahwa Dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka
bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka
berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah
diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan)
mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. mereka
tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan
aku. dan Barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, Maka mereka
Itulah orang-orang yang fasik. (QS. An Nuur: 55)
Oleh sebab itu, sudah menjadi sebuah
keharusan bagi seluruh umat Islam untuk tetap berperan positif di
berbagai bidang yang menjadi kapasitas mereka, untuk kejayaan Indonesa,
yang dengannya merupakan cikal bakal kejayaan seluruh umat Islam sedunia
sebab posisinya sebagai negeri muslim terbesar di dunia.
Medan amal shalih itu luas, seorang
muslim bisa mengambil peran dalam lingkup keagamaan, sosial,
kemanusiaan, ekonomi, politik, pendidikan, dan sebagainya.
Menjadi pribadi muslim yang bermanfaat, tidak usah menunggu tegaknya Darul Islam, atau tegaknya sistem Islam, sebab amal-amal positif yang dilakukan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan para sahabatnya, sudah mereka lakukan walau Negara Islam Madinah belum berdiri. Semuanya tetap memiliki nilai di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tidak disia-siakanNya. Perhatikan ayat berikut ini:
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ
بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ
عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ
وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ
اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Dan orang-orang yang beriman,
lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi
sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf,
mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan
mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh
Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”(QS. At Taubah: 71)
Semua amal shalih dalam ayat ini, tentu
tidak teranulir hanya karena kita hidup di sebuah negeri yang belum
menggunakan sistem Islam. Pandanglah amal-amal shalih ini merupakan
pondasi, muqadimah, pembiasaan, conditioning, dan tahapan menuju keadaan dan sistem yang lebih Islami. Sebab, tabiat perjuangan itu adalah memperhatikan sunah tadarruj
(sunah pentahapan), dan bersabar dalam pentahapan tersebut. Maka,
jadilah pribadi muslim yang peduli, sadar, dan ikut berperan positif
dalam memperbaiki negeri ini, negeri Indonesia, bumi Allah Ta’ala dan
negeri kaum muslimin. Jangan cuek dengan keadaan, apalagi
memaki-makinya; masalah yang kita hadapi tidak selesai dengan memaki
manusia dan negaranya dengan sebutan; negeri korup, negeri para bedebah,
negeri drakula, negeri rusak, dan semisalnya. Jika memang sudah begitu
buruknya, peran apa yang Anda lakukan?
Islam mengajarkan beramal apa pun keadaannya
Kekasih tercinta, teladan umat manusia, Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengajarkan untuk tetap beramal, dan tetap optimis atas amal itu, walau kiamat datang esok hari. Renungkan hadits berikut ini:
إِنْ قَامَتِ السَّاعَةُ وَفِي يَدِ
أَحَدِكُمْ فَسِيلٌ، فَإِنِ اسْتَطَاعَ أَلَّا تَقُومَ السَّاعَةُ حَتَّى
يَغْرِسَهَا، فَلْيَفْعَلْ
Jika kiamat tiba sedangkan di tanganmu terdapat segenggam benih kurma, hendaklah kamu tanam jika kamu mampu. (HR. Ahmad No. 12981, Abu Daud Ath Thayalisi dalam Musnadnya No. 2181, Al Bukhari dalam Adabul Mufrad No. 479. Imam Al Haitsami menyatakan bahwa para rijal hadits ini atsbaat tsiqaat (kuat lagi terpercaya). Dishahihkan Syaikh Syuaib Al Arnauth, katanya sesuai standar Imam Muslim. Lihat Ta’liq Musnad Ahmad No. 12981)
Lihatlah nasihat ini, walaupun kiamat tengah atau akan terjadi, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tetap
menganjurkan kita menanam kurma jika mampu. Padahal apa manfaatnya
menanam kurma ketika kiamat atau akan kiamat, yang tumbuh kembang dan
buahnya butuh waktu lama? Siapa yang bisa menikmatinya padahal semua
manusia sudah tidak ada?
Hadits ini, tidak lain adalah untuk
menunjukkan betapa berharganya nilai amal manusia yang mendatangkan
manfaat walau kecil dan bahkan tidak ada hasilnya. Hadits ini juga
menanamkan jiwa optimisme kepada umat Islam agar tidak mudah putus asa.
Jika ini ditanamkan pada urusan dunia, tentu apalagi pada urusan agama
dan akhirat, da’wah dan jihad, amar ma’ruf dan nahi munkar, serta
ketaatan lainnya. Tentu titik tekan motivasinya lebih kuat lagi.
Manusia terbaik adalah yang memiliki peran positif
Jika ada seorang muslim di negeri ini
merasa bangsa ini sudah begitu rusaknya, maka yang dia lakukan adalah
berperan memperbaikinya. Aktiflah dan ambil bagian walau kecil.
Sebagaimana nasihat Syaikh Umar At Tilmisani Rahimahullah:Dunia Islam kini tengah terbakar, setiap kita berkewajiban menyiramkan air untuk memadamkan api sejauh yang dia bisa padamkan.
Jika dia melihat ada kerusakan di sektor
ekonomi maka berperanlah memperbaikinya. Kami lihat negeri ini sedang
bangun menuju sana; kajian ekonomi syariah, perbankan syariah, dan
lainnya sudah banyak yang mengakui keberadaannya. Bahkan tidak sedikit
kampus sekuler yang membuka jurusan ekonomi syariah. Ini patut
diapresiasi walau masih setitik dari semua keinginan ideal kita.
Bersabarlah ….!
Jika dia melihat ada kerusakan di sektor
politik maka berperanlah memperbaikinya. Dunia penuh getah dan duri
seperti ini membutuhkan muslim kuat dan istiqamah di atas visi dan misi
Islamnya. Jika dia seorang politisi dan anggota parlemen, jadilah
politisi yang berakhlak dan menebarkan nilai-nilai Islam bagi
sekitarnya. Kalau dia bukan politisi, janganlah berpangku tangan,
minimal jadilah muslim yang mau memberikan pilihannya kepada orang-orang
shalih dan mau berpihak kepada Islam dan kemanusiaan. Betapa pun semua
manusia pasti memiliki kesalahan, kekurangan, tidak memuaskan, dan bisa
mengecewakan.
Nasihat yang bagus dari Syaikh Ahmad ar Raisuni –ulama Maroko- dalam tulisannya yang berjudul Limadza Nusyariku al Intikhabat :
والحقيقة أن هذا وذاك واقع قديما وحديثا،
ولكن هذا بكل تأكيد ليس حجة علينا ،بل هو حجة على الذين عجزوا، حجة عليهم
وعلى أمثالهم من الذين انحرفوا انحرافهم ،وسقوطهم حجة عليهم وعلى أمثالهم،
ولكن لا يقتضي هذا بالضرورة أن يبقى في الأمة إلا فاشل عاجز أو قابل
للانحراف والساقط عند أول ابتلاء، الأمة أعظم من هذا ،الأمة كنز، والأمة
منجم لغير هذا، فلذلك لا ينبغي أن يكون أهل الصلاح والدين: لابد أحد صنفين،
إما ناس لا يحسنون إلا الفشل والعجز، وإما ناس سرعان ما يزلون ويفتنون
ويسقطون، فلذلك نحن نرى أن الأمة لابد فيها صنف آخر، ونحن نرجو ونسعى
ونتعاون لنكون من هذا الصنف
“Sebenarnya adanya tantangan dan
kesulitan adalah realita saat ini dan masa lalu. Itu semua bukan alasan
bagi kita, itu adalah alasan bagi orang-orang yang lemah dan semisal
mereka yang telah melakukan penyimpangan. Penyimpangan personal yang
mereka lakukan merupakan bukti kelemahan pribadi yang bersangkutan saja,
dan itu bukan berarti tidak ada lagi dari umat ini yang berhasil dalam
peran politiknya. Orang yang baik tidak hanya berfikir dua kemungkinan
dalam peran politik (musyarakah): gagal lalu keluar atau larut
dalam penyimpangan. Di dalam umat dan jamaah ini pasti ada tambang
berharga yang mampu berhasil dalam musyarakah. Kita saling tolong
menolong dalam barisan yang solid dan kokoh dalam rangka terus
mewujudkan keberhasilan peran politik ini.”
Lihat teks aslinya dalam http://www.raissouni.org/Docs/155200710648AM.doc
Demikianlah, belum lagi peran-peran
dalam sektor lainnya seperti akhlak, olah raga, kepemudaan, kewanitaan,
dan sebagainya. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
وَخَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya. (HR. Ath Thabarani, Al Awsath No. 5787, Al Qudha’i, Musnad Asy Syihab No. 129. Lihat Shahihul jami’ No. 3289)
Peduli kepada tanah airnya
Perhatian seorang muslim kepada tanah
air dan kampung halamannya, tidak pernah dilarang dalam Islam. Pada
titik ini, nasionalisme seorang muslim yang memandang bahwa sebuah
negeri merupakan amanah Allah Ta’ala yang mesti dijaga, dilindungi, dan
dimakmurkan, bukan sebuah hal yang bertentangan dengan Islam.
Dalam Tsalits Al Majalisah karya Ad Dainuri, dari jalan Al Ashmu’i, dia berkata: Aku mendengar seorang Arab pedalaman berkata:
إذا أردت أن تعرف الرجل فانظر كيف تحننه إلى أوطانه، وتشوقه إلى إخوانه، وبكاؤه على ما مضى من زمانه
“Jika engkau ingin mengenal seorang
laki-laki, maka lihatlah bagaimana kecintaannya terhadap tanah airnya,
dan kerinduannya terhadap saudara-saudaranya serta kesedihannya atas
waktu yang telah lalu.” (Imam As Sakhawi, Al Maqashid Al Hasanah, No. 386. Cet. 1. 1405H-1985M. Darul Kitab Al ‘Arabi, Beirut
Mengingkari rasa cinta kepada negeri
sendiri dan rindu kampung halaman, adalah sikap melampaui batas. Sebab
secinta apa pun Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallamterhadap kota
Madinah, beliau pun merindukan kampung halamannya, Mekkah. Oleh karena
itu ketika Ushail menyebut-nyebut kota Mekkah, Nabi pun menitikkan air
mata dan berkata kepadanya:
يا أصيل دع القلوب تقر
“Wahai Ushail biarkan hati ini tenang..” (HR. Ala’uddin Al Muttaqi Al Hindi dalam Kanzul ‘Umal No. 34702, Raudhul Unuf, 3/23. Ibnu Makula dalam Al Ikmal (1/28). Al Hafizh Ibnu Hajar dalam Al Ishabah fi Ma’rifatish Shahabah, 1/30. Mawqi’ Al Warraq. Juga Al Marzuqi dalam Al Azmanah wal Amkanah, Hal. 189. Mawqi’ Al Warraq, dan Ibnul Atsir dalam An nihayah fi Gharibil Hadits, 1/209. Al Maktabah Al ‘Ilmiyah).
Untuk menggambarkan kerinduan terhadap tanah airnya (Mekkah), Bilal pun bersya’ir (Ar Rasul war Risalat, Hal. 172):
ألا ليت شعري هل أبيتن ليلة بواد وحولي إذخر وجليـل
وهل أردن يوما ميـاه مجنة وهل يبدون لي شامة وطفيل
Oh angan ..
Masih mungkinkah kulalui malam di suatu lembah
Idzkhir mengitariku besama Jalil
Masih mungkinkah kutandan gemercik air Mijannah
Adakah Syamah dan thufail menampakkan diri untukku?
Islam hanya menentang qaumiyah dhayyiqah
(nasionalisme sempit) yang memandang kemuliaan dan keunggulan sebuah
ras di atas ras lainnya, sebuah bangsa di atas bangsa lainnya, sebuah
suku di atas suku lainnya, sehingga lahirnya sikap Iblis: ana khairu minhu
(aku lebih baik darinya), sebab keuanggulan dan kemuliaan yang benar
adalah disebabkan taqwanya. Begitu pula Islam menentang nasionalisme
yang menghilangkan kebanggaan dan identitas seorang muslim kepada
agamanya, lebih mengunggulkan fanatisme daerah dan kelompok di atas
keislamannya. Inilah fanatisme jahiliyah yang tercela.
Wallahu A’lam walillahil ‘Izzah walirrasuulih wal mu’miniin
CAR,FOREX,DOMAIN,SEO,HEALTH,HOME DESIGN