kitab klasik, tahlilan
Menjumpai orang saleh, 'alim seperti itu, yang biasanya berpenampilan sesuai sama harkatnya ; khas baju ulama, bahkan juga banyak yang dengan cara simbolik jadi imam, contoh warga, mengasuh pesantren, jadi guru, dan sebagainya. Itu jelas sudah biasa dan memanglah begitulah yg kita rasakan sampai kini.
Saya sungguh-sungguh bersyukur, dalam pengembaraanku berburu buku-kitab antik, terutama buku-buku peninggalan Simbah Kiai Sholeh Darat, saya sekian kali merasakan beberapa orang yang luar biasa namun tersembunyi dari " kemuliaan permukaan ".
Saya berjumpa dengan orang yang begitu alim, begitu kuaat spiritualnya, begitu khusyuk ibadahnya, namun begitu tawadhu’ hingga begitu tak terlihat seandainya beliau orang mulia di segi Tuhannya.
Lantaran penampilannya jauh dari kesan seseorang kiai, kepala tidak sering ditutupi kopiah atau peci. Bajunya senantiasa kaos oblong, celana panjang juga senantiasa jeans rona anak belia. Bahkan celana seragam Sekolah Menengan Atas!
Tinggal di gubuk sempit di lokasi kumuh kota, berbaur dengan orang-orang pinggir yang terhempas kerasnya kehidupan kapitalis metropolitan. Pada gang sempit dan kumpulan kos-kosan sesak yg berisi berjejal manusia pengais rezeki sebab tidak mau mati kelaparan.
Untuk dapat meraih tempat tinggalnya, saya harus memarkir sepeda motor pada lorong lorong, lantas jalan di jalan jalan sempit yang selokannya mampat berbau pesing.
Namun, Masya Allah, di balik tumpukan baju anak-anaknya, tersimpan rapi buku-buku mutiara hikmah karya ulama nusantara. Serta teratur beliau baca dengan cara diam-diam pada malam hari, jangan sampai tampak tetangga.
Subhanallah, beliau dapat menjelaskan padaku, aneka pengetahuan dari buku-buku langka itu, yg tidak pernah saya peroleh di bangku madrasah juga semasa mondok di pesantren. Beliau dapat " saya paksa " dengan pengetahuan plekathik saya, sampai mau cerita beragam beberapa hal luar biasa yang pernah dirasakannya.
Takjub sekali saya, orang yang sekalipun tak terlihat jadi contoh umat, ini kapan juga dapat didapati Nabi Khidlir, Syeh Abdul Qodir Jailani, dalam kondisi terbangun ataupun mimpi. Sekian kali beliau mimpi didapati Kanjeng Nabi Muhammad. Dan sudah pasti, begitu umum bersua dan muhadatsah memakai Mbah Sholeh Darat.
Ada satu cerita mimpinya ditemui Rasulullah, saat itu dia selesai ditinggal wafat putrinya yg berumur 7 th.. Sedih kehilangan anak, dia juga berdoa dengan mendawamkan dzikir tak tahu apa, (beliau tidak mau memberi tahu saya). Dalam tidur selesai kantuknya sebab capek, pada malam selesai tahlilan untuk anak perempuannya itu, dia bermimpi disapa Kanjeng Nabi.
" Assalamualaikum, Ya....... (nama beliau).
Gelagapan, dalam mimpi itu, beliau bertanya pada sosok yang memberi salam.
" Jenengan sinten? "
" Ana Rasulullah. Ini anakmu kuajak bersamaku ".
Pada mimpi itu, dia lihat putrinya yang telah meninggal dunia, terlihat tersenyum dan melambai sambil digandeng Kanjeng Nabi. Lambaian seperti mengajak ayahnya turut dan beserta Kanjeng Nabi.
Subanallah. Saya dan Anda berjumpa orang mulia pada masjid atau musholla, itu telah umum. Lihat orang mulia yang disanjung serta dihormati pada keramaian, tentu telah sering.
Akan tetapi berjumpa orang gemilang yg tak terlihat sebagai " siapa-siapa ", mungkin saja begitu tidak sering. Bahkan juga tidak pernah. Dan syukurlah Bila Anda pernah diwejang pengajar atau orangtua, agar bersiap jumpa orang mulia pada bentuk yg sangat beda. Bahkan juga Nabi Khidir seringkali nampak dengan rupa tampilan orang yg tak disenangi, seperti gembel berbau tengik atau pria buruk rupa yang mengemis di depan pintu rumah Anda.