
Ketika memutuskan menikah, maka seorang pria harus siap dengan
tanggung jawab untuk memberikan nafkah kepada istrinya. Mereka
berkewajiban memastikan kebutuhan wanita yang dinikahinya ini tercukupi
dengan jalan bekerja keras setiap hari.
Hal ini terkadang menjadi salah satu momok menakutkan ketika pria
akan mengambil keputusan untuk berkeluarga. Pengalaman susahnya
mengatur hidup sendiri, membuat pria berpikir berulang kali untuk hidup
berdua. Terlebih jika sudah memiliki momongan, maka tanggungjawab akan
semakin besar.
Namun jika mengacu pada ajaran Islam, memberi nafkah istri tidak
sekedar memastikan bahwa mereka bisa makan dan melanjutkan hidup saja.
Lebih dari itu, tindakan ini merupakan sebuah ibadah dan memiliki pahala
yang amat besar. Setiap kali memberikan istri nafkah, maka suami akan
memperoleh pahala. Seperti apa? Berikut ulasannya.
Memberi nafkah istri adalah wajib. Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadist yang diriwayatkan Muslim:
"Bertaqwalah kalian dalam masalah wanita. Sesungguhnya mereka
ibarat tawanan di sisi kalian. Kalian ambil mereka dengan amanah Allah
dan kalian halalkan kem4luan mereka dengan kalimat Allah. Mereka
memiliki hak untuk mendapatkan rezki dan pakaian dari kalian". HR Muslim
Pahala ketika memberi nafkah kepada istri lebih besar jika
dibandingkan pahala saat memberikan harta untuk perjuangan agama Islam.
Rasulullah SAW bersabda bahwa,
“Satu dinar yang engkau belanjakan untuk perang di jalan Allah SWT
dan satu dinar yang engkau belanjakan untuk istrimu, maka yang paling
besar pahalanya ialah apa yang engkau berikan kepada istrimu.” (HR.
Bukhari-Muslim)
Dari segala jenis sedekah, ternyata yang memiliki pahala paling
besar adalah memberi nafkah keluarga. Mulai dari infak di jalan Allah,
membebaskan budak, sedekah orang miskin, maka yang dijanjikan pahala
paling besar adalah saat memberikan untuk keluarga.
"Dinar yang engkau infakkan di jalan Allah, dinar yang engkau
infakkan untuk membebaskan budak, dinar yang engkau sedekahkan kepada
orang miskin, dan dinar yang engkau nafkahkan kepada keluargamu, pahala
yang paling besar adalah dinar yang engkau nafkahkan untuk keluargamu"
HR Muslim, Ahmad
Namun, dengan hal tersebut bukan serta merta istri boleh menuntut
nafkah yang banyak kepada suaminya. Akan tetapi disesuaikan dengan
keadaan umum yang diterima kalangan para isteri di negeri mereka, tanpa
berlebih-lebihan ataupun pelit, sesuai dengan kesanggupannya dalam
keadaan mudah, susah ataupun pertengahan.
"Dan hendaklah kamu berikan suatu pemberian kepada mereka. Orang
yang mampu sesuai dengan kemampuannya dan orang yang miskinsesuai dengan
kemampuannya pula, yaitu pemberian menurut yang patut". [Al
Baqarah:236].
Lalu kapan seorang pria berkewajiban memberiikan nafkah kepada
istri? Para ulama berpendapat, tanggungjawan memberikan nafkah kepada
istri dibebankan setelah berlangsungnya ijab qabul, meskipun istri masih
tinggal di rumah orangtuanya dan belum tinggal bersama suami.
Dasar pendapat mereka, diantara konsekuensi dari akad yang sah,
ialah sang isteri menjadi tawanan bagi suaminya. Dan apabila isteri
menolak berpindah ke rumah suaminya tanpa ada udzur syar’i setelah
suaminya memintanya, maka ia tidak berhak mendapat nafkah dikarenakan
isteri telah berbuat durhaka (nusyuz) kepada suaminya dengan menolak
permintaan suaminya tersebut.
Meski nantinya istri akan bekerja diluar rumah dan mendapatkan
penghasilan sendiri, namun tidak membuat kewajiban suami ini hilang
begitu saja. Istri yang bekerja dengan izin suami, harus tetap diberi
nafkah. Namun jika mereka bekerja tanpa mendapat izin dari suaminya,
maka ia tidak berhak mendapatkan nafkah.
Dr. Umar Sulaiman Al Asyqar menjelaskan tentang alasan, mengapa
isteri yang bekerja di luar rumah tanpa persetujuan suami tidak berhak
tidak mendapat nafkah, ”Pendapat yang benar adalah, wanita yang bekerja
tidak berhak mendapat nafkah. Karena suami mampu mencegahnya dari
bekerja dan keluar dari rumah (dengan mencukupi nafkahnya), dan
(menetapnya isteri di rumah suami) merupakan hak suaminya. Kewajiban
suami memberi nafkah kepada isteri disebabkan karena status isteri yang
menjadi tawanan suaminya dan ia wajib meluangkan waktunya untuk
suaminya. Jika sang isteri bekerja (tanpa izin suaminya) dan mendapatkan
uang, maka sebab yang menjadikan suami wajib memberikan nafkah
kepadanya telah gugur.” Ahkamuz Zawaj, hlm. 282
Meski dengan kewajiban begitu besar, masih ada saja suami yang
tidak bertanggungjawab memberi nafkah istri. Atau harta yang mereka
dapatkan mereka simpan tanpa sepengetahuan istri, sementara istri, harus
susah payah membagi uang belanja yang tidak cukup. Tentang suami yang
bakhil ini, telah datang banyak nash yang memuat ancaman baginya. Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda yang artinya sebagai berikut.
"Cukuplah sebagai dosa bagi suami yang menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggungannya." HR Muslim.
Selain itu, Rasulullah juga sabda yang artinya:
"Tidaklah para hamba berada dalam waktu pagi, melainkan ada dua
malaikat yang turun. Salah satu dari mereka berdoa,”Ya, Allah.
Berikanlah kepada orang yang menafkahkan hartanya balasan yang lebih
baik,” sedangkan malaikat yang lain berdoa,”Ya, Allah. Berikanlah
kebinasaan kepada orang yang menahan hartanya (tidak mau
menafkahkannya). Muttafaqun ‘alaihi
Dengan pahala yang demikian besar serta ancaman yang tidak
main-main, seharusnya membuat para suami berpikir ulang untuk tidak
menafkahi istri atau bersikap pelit kepada mereka. Karena sebenarnya,
istri lah salah satu sebab Allah melancarkan rezeki suami. Karena dalam
rezeki yang Allah beri kepada suami, selalu ada doa sang istri.
CAR,HOME,DESIGN,HEALTH,FOREX,LIFEINSURANCE,TAXES,INVESTING,BONDS,ONLINETRADING,SEO