-->
Diberdayakan oleh Blogger.

Kamis, 01 September 2016

Sungguh kasihan Wanita Taat Ibadah Masuk Neraka Oleh Air Wudhu.. bantu share ya supaya yang lain tau




Berikut ini yakni cerita tentang dua orang dengan kondisi yang kontras : seorang lelaki kaya raya serta wanita bapak. Dalam setiap harinya juga, keduanya terlihat begitu berbeda. Sang lelaki hidupnya padat oleh aktivitas duniawi, sebentar wanita yang miskin itu jadi memakai waktunya selalu untuk melaksanakan ibadah.



Kesungguhan serta kerja keras lelaki itu membawanya pada kemapanan ekonomi yang dikehendaki. Kekayaannya tidak ia nikmati sendiri. Keluarga sebagai tanggung jawabnya rasakan dampak ketercukupan lantaran jerih payahnya. Lelaki ini tengah berkerja untuk keperluan rumah tangga dan pendidikan anak-anaknya.

Nasib lain dihadapi si wanita miskin. Sebagian tetangganya tidak dapatkan harta apa pun di tempat tinggalnya. Kecuali satu bejana dengan persediaan air wudhu di dalamnya. Ya, untuk wanita taat ini, air wudhu jadi kekayaan yang membanggakan walau hidup masih tetap pas-pasan. Bukankah kesucian menjadikan melakukan beribadah kita lebih diterima dan khidmat? Dan karena itu menjanjikan balasan yang lebih lebih agung dari sekedar kekayaan duniawi yang fana ini?

Syekh Abdul Wahhab Asy-Sya’rani dalam kitab al-Minahus Saniyyah menceritakan, satu saat ada seseorang yang


mengambil wudhu dari bejana punyai wanita itu. Saksikan hal demikian, si
wanita berbisik dalam hati, “Kalau air itu habis, lantas bagaimana saya akan berwudhu untuk menunaikan sembahyang sunnah nanti malam? ”

Apa
yang tampak secara lahir tidak senantiasa perlihatkan kondisi sebenarnya. Diceritakan, sesudah meniggal dunia, kondisi keduanya jauh tidak sama. Sang lelaki kaya raya itu dapatkan kesenangan surga, sebentar si wanita bapak yang patuh melaksanakan ibadah itu jadi masuk neraka. Apa pasal?

Lelaki hartawan itu terima kemuliaan karena sikap zuhudnya dari gemerlap duniawi. Kekayaannya yang banyak tidak lalu membuatnya larut dalam kemewahan, cinta dunia, dan kebakhilan. Apa yang dimilikinya semata untuk keperluan hidup, mendukung keadaan untuk mencari ridla Allah.

Pandangan hidup sejenis ini tidak dimiliki si wanita. Hidupnya yang serbakekurangan jadi menjerumuskan hatinya pada cinta kebendaan. Buktinya, ia tidak dapat merelakan orang lain berwudhu dengan airnya, meskipun dengan alasan untuk beribadah. Ketidakikhlasannya yaitu tips apabila ia miskin tidaklah karena terlepas dari cinta kebendaan namun “dipaksa” oleh kondisi.

Syekh Abdul Wahhab Asy-Sya’rani menjelaskan dalam kitab yang sama bila zuhud yakni meninggalkan kecenderungan hati pada kesenangan duniawi, namun tidaklah berarti mengosongkan tangan dari harta meskipun. Semuanya kekayaan dunia direngkuh untuk penuhi kandungan keperluan serta memaksimalkan keadaan untuk melakukan beribadah kepada-Nya.

Saran ulama sufi ini dapat berlaku kebalikannya. Untuk cinta dunia, seorang tidak harus jadi kaya raya terlebih dahulu. Karena zuhud memang mempunyai masalah dengan hati, tidaklah dengan cara selekasnya dengan alam bendawi.




CA,FOREX,DOMAIN,SEO,HEALTH,HOME DESIGN