Sebuah bangunan tua di kawasan Jln. Puri Medan, Kelurahan Komat,
Kecamatan Medan Area, Medan Sumatera Utara, kerap didatangi orang-orang
yang mengendarai becak, sepeda motor, hingga mobil. Mereka adalah pasien
seorang dokter yang akrab disapa Buya. Nama lengkap sang dokter dengan
deretan gelarnya adalah Prof. Dr. Aznan Lelo Ph.D, Sp.FK.
Di kediamannya itu, guru besar Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara (USU) ini membuka praktik tanpa memasang papan nama,
kepada pasiennya dia tidak memasang tarif. Pasien membayar jasa
konsultasi dan obat racikannya sesuka hati. Resepnya untuk obat apotek
pun terjangkau. Cukup fenomenal, kontras dengan umumnya dokter, apalagi
di kota-kota besar.
Mengisi amplop sekehendak hati
Biasanya praktik buka pukul 17.00 WIB. Ada pasien yang datang dan
mendaftar sejak siang kemudian pergi, banyak pula yang datang langsung
mendaftar dan menunggu giliran. Ruang tunggu yang juga bagian dari
garasi itu kadang dipenuhi pasien, sesuai giliran mereka masuk ke ruang
praktik berukuran minimalis.
Di meja registrasi di ujung garasi itu disediakan amplop-amplop putih
bergaris putih biru-merah. Pasien yang sudah sering datang tahu cara
dan jumlah pengisian amplop untuk tarif “ikhlas hati” itu. Amplop yang
sudah diisi dibawa masuk ke ruang praktik saat diperiksa, dan seusai
pemeriksaan ditinggal di meja dr. Aznan. Bagi yang belum tahu dan
menanyakan biaya, ada kalanya kena semprot kegusaran dan ketersinggungan
Pak Dokter.
Kadang dr. Aznan memberikan obat hasil racikannya sendiri, kadang
pula menuliskan resep. Obat-obat yang dipilihnya pun generik, bisa
diperoleh di banyak apotek dengan harga terjangkau.
Andi (30), seorang kontraktor yang tinggal di Jln. Eka Rasmi,
Kelurahan Gedung Johor Medan, yang datang dengan mobil APV putih,
mengatakan, alasan utama membawa tiga anaknya ke dr. Aznan bukan hanya
karena sang dokter tidak mematok tarif. Tapi ia betul-betul percaya pada
kualitas dokter itu. Hari itu ketiga anaknya menderita batuk pilek.
“Tiga anak saya ini dulu punya penyakit kelenjar di leherny Dokter
lain yang pernah saya datangi memvonis harus diambil tindakan medis.
Tapi alhamdulillah, sama Buya tidak. Waktu itu pengobatannya selama enam
bulan, dan radang kelenjar pada tiga anak saya sembuh,” kata Andi.
Ia menuturkan, metode pengobatan yang dilakukan dr. Aznan sangat
teratur dan bagus karena punya keahlian meracik obat. “kalau dokter lain
resep obatnya mahal. Di sini obat yang diresepkan Biaya relatif
terjangkau kita bisa dapat di apotek mana saja. Komposisi obatnya saya
rasa sangat tepat, karena beliau sendiri ahli farmakologi,”
Sebagai pasien yang sudah sering berobat kepada dr. Aznan, Andi cukup
tahu diri mengisi amplop. “Saya sewajarnyalah, apalagi kalau anak kita
sudah sehat, maka kalau ada rezeki kita tambah, kalau tak ada ya ala
kadarnya.”
Ia menilai dokter Aznan juga rajin bersedekah. “karena sudah lama
kenal, pernah juga membuka amplop dari pasien di depan saya. Saya lihat
bahkan ada yang memberi Rp. 5.000. Pernah uang dari amplop pasien
dibelikan durian untuk dimakan sama-sama, “ujarnya”
Membandingkan dr. Aznan dengan dokter lain, Andi berkomentar, “Waduh,
kalau di luar sana, untuk dokter anak saja, sekali konsultasi bisa Rp.
200.000. Itu lain obat yang terkadang kan ada dokter yang komersil,
diresepkan kepada kita brand tertentu yang susah kita cari, mau tidak
mau kita beli dari apoteknya.
Pendapat senada diungkapkan Restu Manik, (30) warga Jln. Siriaon,
Mandala By Pass, Medan. Restu, karyawan di PT Media Elektronik, mengaku
pada 2005 divonis dokter THT (telinga hidung tenggorokan) mengidap polip
pada hidungnya dan harus menjalani operasi kecil.
Dari temannya ia tahu praktik dokter Aznan, kemudian dia datangi.
“Alhamdulillah, setelah minum obat resep dari Buya, polipku sembuh dalam
empat bulan.”
Dari pengalamannya berobat ke dr. Aznan, Restu menceritakan pasien
datang dari pelbagai tempat. Dari Aceh, Padang Sidimpuan, Rantau Prapat,
dsb.
“ada pasien dimrahi. Dia nanya berapa biaya berobatnya, terus kena
sental (dimarahi) sama Buya, “udah gak usa bayar aja, kata Buya, ”
cerita Restu.
Menurut pengakuan Restu, sekali berobat ia memasukkan Rp. 25 ribu,
kadang Rp. 30 ribu dalam amplop. “beginilah dokter yang kita inginkan,
arif, bijaksana dan tidak komersil.” (NEXT : Belum punya rumah)
Home
»
AKHLAK
»
ILMU
»
INSPIRASI
»
RELIGI
»
Kisah Dokter Asal Medan yang Dibayar Seiklasnya, Pasiennya Ada yang Dari Eropa
Jumat, 21 Oktober 2016
Kisah Dokter Asal Medan yang Dibayar Seiklasnya, Pasiennya Ada yang Dari Eropa
Related : Kisah Dokter Asal Medan yang Dibayar Seiklasnya, Pasiennya Ada yang Dari Eropa
Next
« Prev Post
« Prev Post
Previous
Next Post »
Next Post »