Perjuangan yang terjadi pada bulan Ramadhan penuh keberkahan itu
disajikan langsung dari tanah yang penuh berkah dan medan jihad bernama
Gaza.
Suatu ketika di sebuah medan pertempuran dahsyat di Al-Ghawafir, timur
distrik Al-Qararah, selatan Jalur Gaza, melalui terowongan bawah tanah,
sejumlah 29 mujahid dari pasukan elit Al-Qassam turun ke medan
pertempuran terbuka yang sesungguhnya untuk mengejutkan musuh dengan
kedatangan yang tak terduga.
Dengan tenang, salah seorang dari mereka berusaha mengingat-ingat dan
menceritakan apa yang terjadi padanya dan saudara-saudaranya serta
pasrah pada pertolongan Allah Subhanahu Wa Ta’ala selama berhari-hari di
bawah tanah terowongan.
Seorang mujahid berinisial “A.S.” berkata: “Ketika itu misi kami adalah
meringkus sekelompok tentara Zionis yang berusaha melakukan penyerangan
ke dalam perbatasan Gaza serta memukul mundur konvoi tentara Zionis
dengan berbagai cara.”
“Di antara kelompok kami terdapat beberapa anggota satuan khusus
terowongan yang misinya mempersiapkan terowongan dan jalan keluar agar
bisa digunakan oleh para anggota elit. Pada saat itu, para mujahidin
berada dalam kondisi siap siaga di posisi mereka sebelum dimulainya
pertempuran darat.”
Dia menambahkan, “Di awal-awal pertempuran darat terjadi baku tembak
antara kami dengan tentara Zionis di mana saat itu para mujahdin
berhasil melakukan beberapa aksi yang sangat berani, diawali dengan aksi
meledakkan tank dan buldozer dari jarak nol, kemudian berbagai operasi
lainnya terus berlangsung dengan berbagai jenis operasi yang terbagi ke
beberapa mujahidin.”
Masing-masing bergerak sesuai spesialisasinya, dan sesuai rencana yang
telah dibuat oleh saudara-saudara kami di ruang komando operasional
untuk kami.
Sang mujahid kemudian memulai menceritakan salah satu operasi
terbesarnya. Saat itu, dua orang mujahid yang saat ini telah syahid
-Basim Al-Agha dan Fadi Abu Auda- keluar membawa beberapa ranjau bernama
“Syuadz” (ranjau lokal buatan Al-Qassam), kedua mujahid tersebut
meledakkan bom ranjau tersebut dalam operasi bom syahid ke sebuah
buldoser dan tank Zionis dari jarak nol yang menyebabkan beberapa
tentara Zionis tewas dan terluka.
Sang mujahid menyebutkan bahwa saat itu semua berjalan mudah dan sesuai
yang direncanakan. Saat itu, para mujahidin sangat bersemangat dan
selalu yakin bahwa Allah bersama mereka dalam pertempuran tersebut,
mereka menghabiskan waktu menunggu mereka dengan berzikir, istighfar,
doa dan shalat.
Dia melanjutkan : “Ketika musuh memasuki wilayah Al-Qararah, mereka
mulai menghancurkan beberapa lubang terowongan dengan meledakannya dan
mengancurkannya melalui serangan pesawat tempur F-16 milik Zionis yang
menyebabkan terutupnya jalan keluar yang tertimbun sedalam 25 meter di
bawah tanah"
Kejadian tersebut terjadi pada 19 juli 2014 2014 lalu, hari kedua sejak
dimulainya serangan darat dan terputuslah komunikasi antara kami dan
ruang komando.
Komandan lapangan “W.A” mengatakan: “Sejak terputusnya komunikasi pada
hari itu kami menganggap para mujahidin tersebut telah hilang. Kami sama
sekali tidak mengetahui apa yang terjadi dengan mereka karena panas dan
banyaknya kecamuk pertempuran melawan musuh. Saat itu perhitungan kami
para mujahidin tersebut tidak memiliki persediaan makanan dan minuman
yang cukup untuk bertahan selama itu dan mustahil -secara perhitungan
logika sebagai manusia biasa- mereka bisa bertahan hidup.
Namun, sang komandan melanjutkan, setelah terjadinya kesepakatan
gencatan senjata selama tiga hari (7 agustus 2014), tim evakuasi
melakukan penggalian di wilayah terowongan tempat para mujahidin
terjebak. saat itu kami terkejut dan tercengang melihat keajaiban dan
keagungan Allah. “Sejumlah 23 mujahid keluar dari terowongan dalam
kondisi sehat dan bugar”.
Pencarian terus berlanjut mencari tiga mujahid lainnya yang hilang di
mana sebelumnya mujahid hilang ke empat – As Syahid Iyad Al Fara –
ditemukan meninggal saat berusaha menggali lubang tempat
saudara-saudaranya terjebak namun tertimpa longsoran tanah saat hampir
berhasil mengeluarkan mereka.
Bertahannya pasukan mujahidin dengan jumlah besar selama 22 hari dalam
kondisi mematikan tersebut merupakan sebuah keajaiban dan mengherankan
unit yang berada di ruang komando. Beberapa kesaksian mulai terdengar
dari lisan para mujahidin yang selamat tersebut.
Salah seorang mujahid yang kembali berinisial “R.S.” berkata: “Ketika
kami sedang berada di perut bumi, Allah memudahkan kami dengan
kemunculan sebuah genangan air yang bentuknya seperti mata air. kami
membasahi kain baju kami di genangan tersebut dan memeras airnya untuk
kami minum. Kami juga berbagi kurma yang kami miliki selama hampir 1
bulan tersebut. setiap orang memakan setengah kurma setiap harinya dan
meminum setengah cangkir kecil”
Perlu diketahui bahwa air di wilayah tersebut hanya bisa didapatkan di
kedalaman 90 meter dari permukaan tanah, artinya 65 meter di bawah
tempat para mujahidin berada.
Sang komandan lapangan menutup ceritanya dengan mengatakan: ” kejadian
ini membuktikan bangsa kami rakyat Palestina dan umat Islam bahwa sekali
pun seluruh dunia meninggalkan kami, para mujahid dan rakyat kami
sendirian maka sesungguhnya Allah Subhanahu Wa Ta’ala selalu bersama
kami dan tidak akan pernah meninggalkan kami dan senantiasa membantu
kami”
CAR,FOREX,DOMAIN,SEO,HEALTH,HOME DESIGN