- Saat ini mungkin masyarakat sudah familiar dengan istilah foto pre-wedding, yaitu foto yang dilakukan menjelang pernikahan. Sesi foto seperti ini mungkin sudah tidak lagi hanya terbatas di kalangan para artis saja, bahkan orang dengan berbagai latar belakang dan profesi acapkali menjadikan momen foto pre-wedding sebagai bagian dari ritual pernikahan mereka.

Foto-foto
pre-wedding biasanya akan digunakan dalam rangka mempercantik tampilan
souvenir pernikahan ataupun kartu undangan. Terkadang foto juga
digunakan sebagai penghias ruangan pernikahan atau ditampilkan dalam
pemutaran video momen-momen pernikahan mereka.
Adapun beberapa
aspek yang dominan saat pembuatan foto pre-wedding adalah latar
belakang (background) yang begitu menarik, dan gaya pose yang begitu
mesra antara kedua mempelai, ditambah latar atau tempat-tempat indah
yang sengaja dicari dan dikunjungi dalam rangka mendapatkan hasil foto
sesuai yang diinginkan. Tidak jarang yang menggunakan tema tertentu
dalam pembuatannya.
Oleh karena
itu, di sinilah salah satu letak pelanggaran hukum syari’at, dimana
mereka melakukan aktifitas-aktifitas tersebut dalam kondisi belum
terikat akad pernikahan, artinya mereka bukanlah mahrom yang bisa
melakukan aktifitas bersama. Mereka belum menjadi suami istri sehingga
haram untuk melakukan pose-pose mesra apalagi di depan kamera yang
nantinya akan dinikmati publik.
Selain itu,
alasan diharamkannya foto pre-wedding adalah karena dalam pelaksanaannya
sering kali calon pengantin wanita membuka aurat, juga aktifitas
percampuran antara pria dan wanita yang belum mahramnya, melihat aurat
lawan jenis, dan persentuhan antara keduanya. Semuanya itu sudah biasa
dilakukan saat proses pembuatan foto pre-wedding.
Dalam Alquran
dan hadits juga sudah diterangkan mengenai batasan-batasan atau etika
pergaulan antara pria dan wanita yang bukan mahramnya. Bahkan, sekedar
memandang aurat lawan jenis yang bukan mahram saja juga diharamkan,
apalagi berfoto bersama layaknya sudah halal sebagai suami istri. Dengan
keharaman memandang ini juga akhirnya membuat tidak hanya calon
mempelai pria dan wanita saja yang terkena hukum haram, namun bagi
fotografer itu sendiri juga terkena hukum haram.
Umumnya
fotografer melihat dan bahkan menyentuh bagian anggota tubuh mempelai
untuk menata dandanan agar lebih indah dan menarik. Oleh karena itu,
sebelum kita melakukan aktifitas apapun hendaklah menjadikan hukum syara
sebagai landasan sehingga akhirnya kita tidak terjebak kepada keharaman
baik disadari ataupun tidak.
Pikirkan juga
dampak dari foto pre-wedding yang dilakukan. Apakah dengannya ada
kebermanfaatan yang signifikan? Jangan-jangan justru kita sedang
melakukan kemubaziran hanya sekedar alasan keindahan.
Dan terakhir,
apakah sang mempelai pria khususnya, rela jika wajah perempuan yang akan
menjadi istrinya terpampang jelas di foto-foto. Padahal foto itu akan
tersebar dalam undangan dan souvenir sehingga dapat dipandangi siapa
saja??